Sabtu, 18 Juni 2011

Geber Kekuatan Maritim


PDF Print
Sunday, 19 June 2011
Image

Haixun 31, kapal patroli terbesar China, melintas dekat pelabuhan Putian, Provinsi Fujian, 25 Maret silam. Kapal itu meninggalkan Provinsi Guangdong pada 15 Juni untuk dua pekan lawatan ke Singapura. Ini pertama kali otoritas keamanan maritim China mengirim kapal patroli ke negara asing.


Perlombaan senjata maritim sedang terjadi Laut China Selatan. Beijing secara pesat mengembangkan sejumlah kapabilitas militer yang akan membuatnya menjadi kekuatan melampaui pesisirnya.

 Pada Jumat (17/6), China mengumumkan bakal memperbanyak pasukan penjaga pantai dengan menambah kapal dan 6.000 personel pada 2020. China Daily melaporkan, Pengawas Maritim China (CMS) yang berada di bawah Departemen Samudra Negara (SOA) akan memiliki 16 pesawat dan 350 kapal pada akhir rencana lima tahun pada 2015 dan lebih dari 15.000 personel dan 520 kapal pada 2020.

Koran itu tidak menjelaskan berapa dana yang dikucurkan Pemerintah China untuk membiayai rencana tersebut. CMS merupakan badan penegak hukum paramiliter yang berpatroli di perairan China. Jumlah personel maritim meningkat pesat sejak Liu Cigui, 55, mengambil alih jabatan pemimpin SOA pada Maret silam setelah menjalankan tugas sebagai Wali Kota Xiamen.

 Liu yang memimpin Biro Perikanan dan Samudra Fujian pada 2000–2002, bukan orang asing untuk masalah-masalah maritim. “Liu Cigui memutuskan menguatkan CMS dengan menambah kapal dan helikopter untuk armada Laut Selatan, Laut Timur,dan Laut Utara, untuk menjaga wilayah perairan dan ekonomi laut negara,” tutur seorang sumber yang dekat dengan SOA sebagaimana dikutip Reuters.

 Liu meningkatkan ekonomi laut China sebesar USD586,8 miliar pada 2010 sekitar 9,7% GDP. Sebagian besar personel CMS merupakan purnawirawan angkatan laut. CMS didirikan pada 1998 dan kewajibannya termasuk melindungi lingkungan laut.“China memiliki 32.000 km dan 350.000 km persegi wilayah perairan dan perairan dalam,” ungkap kantor berita Xinhua.

Pasukan maritim China dianggap masih lemah untuk menjaga wilayah seluas itu. Penambahan itu tampaknya hanya akan memperkuat dominansi kekuatan laut regional China dan sebagian besar dari sistem barunya bisa saja mengancam dominansi perairan Amerika Serikat (AS) suatu hari nanti. Jadi tidak aneh jika kemudian banyak tetangga China khawatir.

Terutama Vietnam dan Filipina yang terlibat perselisihan maritim dengan China. “China tak ingin memulai perang, tapi lebih suka menggunakan militernya yang terus berkembang untuk menang tanpa perang dengan aksi menghalangi yang dipandangnya merusak inti kepentingan nasionalnya,” ungkap Dr Andrew Erickson, pakar China di Naval War College AS, kepada BBC.

Selain penambahan pasukan, ada tiga sistem senjata yang menjadi lambang horizon strategis meluas China. Kapal induk pertama China akan memulai pelatihan berlayar di lautan pada tahun ini. Pada akhir tahun lalu,ada fotofoto pertama yang membocorkan prototipe pesawat siluman baru Beijing.

Sementara pakar militer AS yakin China mulai memasang rudal balistik jarak jauh pertama yang mampu menembak kapal yang sedang bergerak di lautan. Menurut Erickson, sejauh ini kemampuan militer China difokuskan pada pengembangan antiakses regional atau strategi penolakan area untuk mencegahTaiwan mengumumkan kemerdekaan.

Di bagian lain,strategi ini terletak di atas pengembangan sistem senjata kredibel untuk mencengkeram kelompok perang kapal induk AS jika Washington memilih untuk campur tangan. China juga memasang sejumlah rudal dan senjata lain yang jangkauannya melebihi pesisirnya. Salah satunya adalah rudal balistik antikapal DF-21D. rudal ini tergolong unik.

Dia memiliki sistem darat yang dapat menarget kelompok kapal induk AS yang sudah lama menjadi andalan kekuatan laut Washington. DF-21D yang dikenal di Barat sebagai CSS-5 ditembakkan dari sebuah kendaraan transporter beroda dan memiliki jangkauan tembak hingga 1.500 km. Rudal itu dilengkapi dengan hulu ledak yang mampu bermanuver yang memberikan militer China kemampuan untuk menyerang kapal di kawasan barat Samudra Pasifik.

Pejabat AS dan Direktur Jenderal Biro Keamanan Taiwan memaparkan,China mulai memasang rudal-rudal DF-21D itu. Memang mudah menyebutkan alasan mengapa China menginginkan rudal seperti itu.Rudal itu digunakan untuk membatasi kekuatan maritim ulung di kawasan,AS, mengintervensi krisis di masa depan yang melibatkan Taiwan.

 Sarang Hiu Terbang

Sejak kampanye Perang Dunia II di Pasifik,kapal induk pengangkut pesawat sudah menjadi sarana dominan dalam memproyeksi kekuatan perairan. Kelompok perang kapal induk AS biasanya menggabungkan kapal berdek terbang besar dengan sejumlah pesawat untuk berbagai misi.

Tiap kapal induk didampingi dan dilindungi sejumlah kapal perang dan kapal selam. Sekarang China juga memasuki persaingan kapal induk sekalipun benar-benar memulai dari awal. Sebuah kapal induk tua era Soviet—Varyag— dibeli China dari Ukraina dan telah dipermak habishabisan.

Kapal induk pertama China itu akan mengoperasikan jet tempur baru Hiu Terbang J-15 yang dibuat berdasarkan desain Rusia, jet Sukhoi SU-33. Menurut jurnal industri Aviation Week & Space Technology, China mungkin mendapatkan prototipe SU-33 itu dari Rusia. Kapal induk itu dilaporkan akan mulai percobaan berlayar pada musim panas kali ini.

Begitu beroperasi, kapal itu akan memberikan angkatan laut China kapabilitas baru dalam konflik maritim dengan para tetangganya. Tapi, para pakar dari Barat mencatat bahwa kapal induk itu akan menjalankan peranan pelatih. Operasi kapal induk itu memerlukan keahlian signifikan yang hanya bisa dikembangkan seiring perkembangan waktu.

Kapal itu tampaknya tidak akan menampung sejumlah pesawat seperti yang ada pada kelompok kapal induk Angkatan Laut AS. Menurut Erickson, China akan menggunakan kapal induk itu untuk memproyeksikan sedikit kekuatan, memberikan gengsi atas munculnya kekuatan besar, dan menguasai prosedur dasar.

 Ambisi Besar

 Penerbangan berbasis darat China juga maju pesat. Secara tradisional, Beijing memiliki sebagian besar jet yang desainnya dikopi dari pesawat era Soviet yang dibuat secara lokal. Tapi,pengungkapanChengdu J-20 diyakini bakal membawa China ke peringkat terlarang negara-negara yang mampu membangun pesawat antiradar generasi kelima alias pesawat siluman.

Uji coba perdananya, Januari lalu, dilakukan hanya beberapa jam sebelum Menteri Pertahanan AS Robert Gates mengawali kunjungannya ke Beijing, sebuah kebetulan yang dilihat banyak analis sebagai sinyal kesengajaan China. Douglas Barrie dari International Institute of Strategic Studies di London menilai J-20 buatan China tak sepadan dengan pesawat siluman buatan AS.

“(Tapi) pesawat itu benarbenar menandai ambisi China dalam arti pengembangan kapabilitas perang udara mereka dan basis industrial pertahanan angkasa mereka,” ujar Barrie. Berbagai pertanyaan masih meliputi proyek itu. “Apakah J-20 itu adalah prototipe jet tempur yang sebenarnya atau demonstrator teknologi, masih harus diperjelas dan itu akan menjadi bagian untuk menentukan seberapa cepat China memperkenalkan kemampuan seperti itu dalam beroperasi,” papar Barrie.

 “Sebuah perkenalan untuk beroperasi, mungkin sekitar 10 tahun,akan tampak masuk akal.” Dengan begitu, apakah yang akan menjadi signifikansi strategis J-20, apalagi kemudian AS akan mendaratkan ratusan jet tempur generasi kelima? Barrie menegaskan, pengenalan sejumlah signifikan jet tempur berbasis J-20 akan mengemukakan tantangan yang meningkat terhadap kekuatan regional lain dan kepada pasukan AS di Asia Pasifik.

Tapi, para pakar berhatihati terhadap lompatan besar China dalam peranti keras militer.Para komandan AS juga mengamati perkembangan itu secara mendekat. China telah menorehkan tanda untuk masa depan.Tapi, untuk sementara, Beijing harus memandang iri pada kekuatan maritim AS. ●alvin 
 
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/406706/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

VIVAnews - DUNIA

Popular Posts

buka blog

  © Blogger templates The Transformers by Blog Tips And Trick 2009